Saturday, February 20, 2016

MOVIE REVIEW : SITI



Mengawali tahun 2016, ternyata film SITI lah yang buat gue jadi nulis blog ini lagi.

And oh by the way, today's Saturday, right? Just cheer up myself with "me time".  Sebenernya sih, gue adalah tipe anak rumahan, kayak yang gue lakuin sekarang nih. Menyeduh teh kesukaan sambil nonton tv shows, terus makan, tidur, nulis blog and did my activites at a time. Very comfortable!

Hahaha, okay then, let's continue with this title.

Kali ini, sesuai dengan janji gue sama salah satu temen yang geek banget sama film dengan genre apapun, dari tahun gue belum ada di dunia, masih orok, sampai segede Roro Jonggrang yang katanya ada satu pria rela buat candi demi doi, gue buat movie review biar dia baca. Haha, intinya gitu deh. :))

Nah, salah satu film terapik dan keren untuk mengawali tahun 2016, adalah SITI. Film yang pertama tayang di tahun 2014 ini, mengisahkan tentang seorang wanita bernama SITI.

Gue kagum sama alur cerita di film ini karena alur yang dibuat itu selembut dan sehalus karya mata yang gue lihat. Seems gentle and soft at the same time.
Alur yang dibuat maju dan secara tiba-tiba mundur, membuat gue mikir pada saat kritikal film ini bergulir. Yang pasti, mikirnya itu berasa kaya lo menempatkan sesuatu kejadian dimana SITI berhadapan dengan masa lalunya, dan masa saat ini, yang ngebuat SITI harus bertahan hidup, terutama saat adegan flash back, dimana SITI dan suaminya Bagus, masih merasa bahagia dengan kehidupannya, walaupun ya, cuma sebagai nelayan ikan aja.

Di film ini, masalah kehidupan SITI tambah pelik, saat dia tahu kalau suaminya itu ada hutang sebesar 5 juta rupiah untuk melunasi perahunya yang dibeli dengan cara hutang tadi. Belum lagi, pas saat anaknya, Bagas, yang susah banget buat belajar, maunya mainan layang-layang terus nonton wayang golek hahaha. Oh iya, si Bagasnya juga udah gak mau deket sama ayahnya lagi, karena keadaan ayahnya udah lumpuh karena kecelakaan di laut.

Kompleks memang. Di satu sisi, SITI harus bertahan hidup untuk bayar hutang suaminya dengan jadi penjual peyek jingking di pantai Parangtritis dengan mertuanya Bu Darmi, setiap pagi. Pas menjelang malam, SITI harus jadi pemandu karaoke di tempat karaoke milik Pak Sarko.

Pekerjaannya ini tetap gak membuat SITI bisa melunasi hutang suaminya. Tapi yang gue lihat disini, sisi perjuangan dia sebagai seorang wanita, istri dan ibu dalam waktu bersamaan, harus tetap tegar walaupun dikejar hutang, merasa sedih sama keadaan suaminya dan tabah ngelihat anaknya yang malas belajar. Penuh tekanan sih hidupnya si SITI ini, tapi gue salut, dia bisa melewati semuanya itu, ya walaupun kebanyakan ekspresinya cuma diam termangu saat flash back ke kejadian menyedihkan atau yang membuat dirinya depresi.

Ada satu scene di film ini yang buat gue geli dikit. Scenenya tuh saat anaknya SITI, Bagas, bilang ke ibunya kalau dia gak mau sekolah karena ada hantunya. Sampai lari-larian, terus akhirnya mau juga si bocah ke sekolah karena SITI bilang, "yaudah, takutin balik." :))
Ternyata, hal sesimpel itu, kalau saat sang ibu yang ngomong ke anaknya, pasti diturutin ya. Gue juga mau gitu ah. *lah

Beberapa scene terakhir di film SITI ini, saat dia bertemu dengan salah satu polisi yang mau nutup tempat karaoke-nya pak Sarko, Gatot. Nah, si Gatot ini ternyata ada affair sama SITI and akhirnya mau bantu dia lunasin hutang suaminya, dengan dikasih pinjaman sebesar 750 ribu rupiah, waktu SITI ketemu dengan Gatot di tempat karaoke itu. Pulang dari situ, SITI mabuk terus langsung ketemu sama suaminya dan bilang kalau dia mau menikah dengan Gatot.

Yang bikin takjub tuh, si suami akhirnya ngomong "Pergi" saat SITI bilang seperti itu, yang tadinya selama ini dia gak pernah mau bicara sama SITI, karena pekerjaan malamnya. Dan saat itu juga, SITI marah sama Bagus dan lari keluar, terus jalan ke arah laut di Parangtritis. Scene dia lari ke arah laut inilah yang jadi pembuka dan penutup film ini. And yup, THE END.

Nah!
Yang bikin gue penasaran itu tuh pas endingnya. I'm so curious about what happened next with SITI. Apa dia nanti meninggal bunuh diri karena lari ke laut terus hanyut, atau ditolong sama Gatot yang tiba-tiba ngejar dia ke rumah terus liat dia ke arah laut? Atau, suddenly Bagus bisa jalan terus teriak, "SITI... Jangan pergiiiii....Aku masih mencintaimu...." ??
Itu yang gue gak dapet! Hahaha.

But, it's okay. Sometimes, gak semua hal harus ada jawaban akhirnya kan? Just let it flow, cause unexpected moment, whatever happens is neither good or bad, it just happens.


Buat film ini, TWO THUMBS UP! Bravo!!
Buat kalian yang belum nonton, segera tonton deh. Nih film tuh gak ada ruginya buat ditonton sampai 3x. Walaupun alurnya terkesan lambat, warna filmnya dibuat hitam-putih (berasa film tahun 60-70an), dengan balutan bahasa jawa sebagai pengantar percakapan di seluruh filmnya, tapi lo gak bakal rugi buat tonton film ini. Kenapa? Karena film karya sastra anak Indonesia, Eddie Cahyono ini udah menang di penghargaan luar negeri dan dalam negeri, termasuk sebagai Film Terbaik di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2015.

So, don't miss it to watch this movie ya guys!

Buat gue, menampilkan budaya bangsa dengan menonjolkan sisi tradisional suku dan balutan bahasa daerahnya, akan membuat Indonesia makin dikenal di kancah Internasional kalau karya anak bangsa itu bisa bersaing dan gak kalah keren dibanding film Hollywood.





Baiklah kalau begitu. Sekian review yang sedikit spoiler dari gue.
See you in another chapter of my blog. :)



(Saat SITI tetap setia merawat Bagus dalam kesakitannya)





(Saat SITI sedang berjualan peyek Jingking, Bagas anaknya, meminta dia untuk bermain layang-layang)